Berbicara mengenai dikotomi kendali, membawaku kembali mengingat sebuah kutipan yang beberapa hari lalu aku temui dalam buku Filosofi Teras-nya Henry Manampiring. Ada salah satu kutipan dari seorang mantan Kaisar Romawi yang juga seorang Filsuf, Marcus Aurelius. Dalam bukunya yang berjudul Meditations, ia mengatakan “Kamu memiliki kendali atas pikiranmu, bukan kejadian-kejadian di luar sana. Sadari ini, dan kamu akan menemukan kekuatan.” Dari kutipan tersebut dapat digeneralisasikan bahwa sejak lama manusia telah bergumul dengan pikiran-pikiran di luar kendalinya. Dan dewasa ini, semakin banyak manusia yang kerap memikirkan hal-hal di luar kendalinya. Padahal, inti dari kutipan tersebut adalah menyadari dan memaksimalkan segala sesuatu yang ada dalam kendali kita. Sebab ketika kita sudah bisa berdamai dengan segala sesuatu di luar kendali maka kita akan memiliki diri dan mental yang kuat.
"Duh, kalau aku pake baju ini, orang-orang bakal bilang aku gendutan ga ya?"
Jika kita masih saja memikirkan hal-hal itu, mungkin kita perlu mengenal konsep dikotomi kendali. Ya, konsep dikotomi kendali hanya memberitahu kita bahwa kita tidak perlu khawatir tentang apa yang tidak bisa kita kendalikan. Opini orang lain adalah salah satu contoh kecilnya. Tetapi bukan berarti kita menutup telinga sama sekali terhadap pendapat orang lain, karena kita juga harus menerima kritik dan masukan dari orang lain yang bersifat membangun.
Terlepas dari itu, ada hal menarik yang aku dapat ketika sedang duduk dan mengobrol dengan salah satu teman di lantai 3 kala itu. Ada beberapa dari ucapannya yang menurutku related dengan keadaan yang terjadi saat ini.Di mana orang-orang sibuk menata hidupnya sesuai keinginan orang lain, karena mereka khawatir orang lain akan berpandangan buruk terhadap dirinya.
Sebenarnya, kita tidak perlu gusar atas perlakuan orang lain, kita cukup belajar untuk mengendalikan emosi kita. Jangan sampai kita menjadi orang yang baperan, sebab baperan jauh lebih merusak daripada perlakuan itu sendiri. Sekali lagi, Om Piring mengatakan bahwa baper itu sumber masalah. Karena baper dimulai dari sudut pandang kita sendiri terhadap suatu peristiwa, yang seringkali tidak dianalisis terlebih dahulu sehingga bisa saja keliru. Kalaupun benar, baper dalam hal itu juga adalah sesuatu yang sia-sia, sebab konteksnya sudah di luar kendali kita.