Barangkali bukan kebetulan, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati pada tanggal 2 Mei, mengiringi peringatan Hari Buruh pada tanggal 1 Mei. Hanya mungkin banyak yang tak tahu betapa sosok yang populer sebagai Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara (bernama asli Suwardi Suryaningrat), adalah seorang aktivis pembela kaum buruh (kelas pekerja).
Ki Hajar adalah orang pertama yang menerjemahkan lagu "La Internasionale", mars kaum buruh internasional, ke dalam Bahasa Indonesia. Terjemahan Ki Hajar pertama kali dipublikasikan di Sinar Hindia, surat kabar milik Sarekat Islam Merah (cikal bakal Partai Komunis Indonesia/PKI). Bahkan konon lagu versi Ki Hajar inilah yang disenandungkan Muso dan Amir Syarifuddin --dedengkot komunis yang terlibat Pemberontakan Madiun 1948-- sebelum tewas dieksekusi.
Ya, Ki Hajar Dewantara bukan hanya ingatan tentang 2 Mei (Hari Pendidikan), tetapi juga 1 Mei (Hari Buruh). Itulah juga yang barangkali membuat konsep dan gagasan Ki Hajar tentang pendidikan jadi penting, sekalipun mungkin banyak orang melupakannya sebab hanya terjebak pada seremonial belaka.
Ki Hajar bertutur:
"Dengan budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berkepribadian), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.”
Bagi Ki Hajar, pendidikan haruslah memerdekakan. Dus, menghasilkan manusia yang merdeka. Karenanya Ki Hajar menolak mentah-mentah pendidikan model kapitalisme yang hanya menjadikan anak didik sebagai pemasok tenaga kerja. Sama dengan hubungan antara majikan-buruh yang harusnya manusiawi, relasi guru dan murid haruslah juga manusiawi. Kelas pekerja bukan hanya bagian dari mesin produksi yang diperas keringatnya untuk mengkayakan majikan, dan murid juga bukanlah mesin-mesin yang dipersiapkan untuk memuaskan hasrat guru dan orang tua belaka: mencetak mereka sebagai kayu bakar kapitalisme.
Sekali lagi, pendidikan bertujuan memerdekakan anak didik dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Pendidikan mestilah melahirkan anak didik yang berdaulat terhadap dirinya sendiri.
Inilah juga barangkali esensi Tut Wuri Handayani, salah satu prinsip pendidikan ala Ki Hajar yang juga merupakan slogan Kementerian Pendidikan. Bahwa, anak bukanlah kambing yang terus menerus dicocok hidungnya dan dipaksa mengikuti idealitas orang-orang dewasa. "Biarkanlah anak mencari jalannya sendiri," kata Ki Hajar, "Kalau si anak salah jalan, barulah guru boleh mengarahkannya." Inilah ajaran Ki Hajar yang kelak dikenal sebagai Among Sejati, ketika beliau berkata:
"Among adalah dasar pendidikan yang kita gunakan. Caranya bukan dengan memaksa; bahkan terkadang tidak perlu memimpin. Kita hanya perlu ikut campur dalam kehidupan anak ketika mereka telah terbukti berada di jalan yang salah."
Demikianlah, buat Ki Hajar, seperti halnya kelas pekerja, anak didik juga mestinya adalah manusia-manusia yang merdeka.
INTERNASIONALE
(Terjemah: Ki Hajar Dewantara)
Bangunlah kaum yang terhina!
Bangunlah kaum yang lapar!
Kehendak yang mulia dalam dunia
Senantiasa bertambah besar
Lenyapkan adat dan faham tua
Kita rakyat sadar! Sadar!
Dunia sudah berganti rupa
Untuk kemenangan kita
Perjuangan penghabisan
Kumpulah melawan
Internasionale
Pasti di dunia