Dunia buku adalah
sebuah media yang memberikan gambaran untuk membebaskan diri dalam berimajinasi.
Setiap orang atau pembaca memiliki cara dan sudut pandang yang berbeda dalam
menggambarkan imajinasi tersebut. Hal
ini merupakan keistimewaan dari sebuah buku yang memberikan kebebasan bagi para
pembaca untuk berimajinasi. Adakalanya, penulis buku mempunyai tujuan bukan
sekedar memberikan ruang imajinasi bagi para pembacanya, melainkan memberikan
pesan-pesan tersirat dalam cerita yang disajikan. Pesan tersebut meliputi pesan
moral, yaitu sudut pandang penulis terhadap permasalahan yang dihadapinya.
Palembang, 7 Agustus
2024. Dewan Eksekutif Mahasiswa STIQ Al-Lathifiyyah Palembang mengadakan
kegiatan Bedah Buku Trilogi : Yang Terserak dan Yang Hampir Punah karya Lukman
Hakim Husnan, M. Ag. Sebanyak tiga buku dibedah oleh salah satu Jurnalis Senior
dari Palembang, yaitu Imron Supriyadi, S. Ag.
Kegiatan ini diadakan
di depan kampus B STIQ Al-Lathifiyyah Palembang yang dihadiri oleh masyarakat,
generasi muda, serta mahasiswa dari berbagai instansi dan lembaga yang berbeda.
Kegiatan ini juga bertujuan menarik minat literasi sekaligus membentuk pribadi
generasi muda dan masyarakat untuk melihat buku sebagai jendela dunia, membuka
pikiran serta menambah wawasan.
Kreator buku, Lukman
Hakim Husnan, mengapresiasi hasil kinerja para panitia yang terlibat dalam
kegiatan tersebut dan mengucapkan salam kebaikan kepada para peserta yang hadir
dari berbagai kalangan dan latar belakang
yang berbeda. Ia juga mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan
formal yang pertama kali diadakan di malam hari yang bertujuan mencari suasana
baru apabila ingin menggelar kegiatan yang lain.
“Kami sangat
mengapresiasi hasil kinerja yang semua lakukan, semoga dengan adanya kegiatan
ini dicatat sebagai kebaikan oleh Allah SWT. dan semoga dibalas dengan
sebaik-baiknya. Kemudian kawan-kawan yang hadir yang Insya Allah dirahmati
Allah SWT. yang bukan hanya dari pondok pesantren saja, tetapi dari kalangan
yang lainnya saya ucapkan selamat datang di STIQ Al-Lathifiyyah. Ini adalah
kegiatan formal pertama kali yang diselenggarakan malam hari. Sebenarnya kami
tes ombak saja, kita cek vibesnya seperti apa gitu, kayaknya memang enak
malem-malem gini sambil ngopi ditemani ac alami”, ujar Lukman dalam pembukaannya.
Lukman juga
menjelaskan proses singkat kreatifitas kepenulisan bukunya bersama sang istri,
Siti Alfiatun Hasanah, M. Pd. I. yang kemudian mengucapkan rasa terima kasih
yang besar kepada alm. KH. Nawawi Dencik al-Hafidz yang telah memberi
kepercayaan penuh kepadanya untuk menulis.
“Sebelumnya tadi sudah
disinggung sedikit oleh Ustadzah Siti Alfiah yang juga tahu perjalanan proses
saya menulis itu seperti apa, yang merelakan waktunya untuk ditinggal
malem-malem. Tapi yang utama itu sejak kecil sampai saya mondok itu saya punya
minat untuk membaca lalu kemudian terasah di pesantren untuk menulis dan lain-lain,
terutama saya berhutang sangat besar sekali kepada Kyai Nawawi, karena beliau
yang memberi saya kepercayaan penuh bahwa saya memiliki potensi dan memiliki
bakat dalam kepenulisan. Karena beliau itu tahu bener potensi dan bakat yang
dimiliki oleh santri-santrinya itu.”
Adapun ketiga buku
yang akan dibedah ini adalah Peradaban Cosplay, Agama Media Massa, dan Republik
Kecoa yang mempunyai deskripsi serta cerita masing-masing di dalamnya.
Pada buku pertama,
Peradaban Cosplay, menjelaskan sekumpulan esai bebas dari penulis yang pernah
tampil di sejumlah media sosial atau blog pribadi. Buku ini semacam respon dan
catatan pinggir atas apa yang muncul di benak penulis yang berasal dari berita
viral, kabar yang sedang meruyak atau hasil bacaan yang membuat pikiran penulis
gelisah.
Buku kedua, Agama
Media Massa, merupakan kompilasi esai penulis yang pernah mengikuti perlombaan
lalu memenangkan kompetisi tersebut. Di buku kedua ini juga terdapat sejumlah
banyak artikel yang pernah diterbitkan di media masa.
Adapun buku ketiga,
Republik Kecoa, yang berkonotasi satir atau sindiran ini adalah kumpulan
yang utuh di mana pembaca akan diajak untuk meratapi kesedihan sosok-sosok yang
telah memberi kesan mendalam di hati penulis. Namun, pembaca juga akan diseret
untuk tertawa dengan esai-esai humor tentang politik yang dilihat dari kacamata
seekor kecoa.
Pembedah buku, Imron
Supriyadi, menanggapi bahwa kreator buku ini memiliki pengaruh yang besar kepada
para pembacanya. Ia bahkan memberikan judul ketiga buku tersebut yang
menggambarkan tentang kegelisahan sang kreator di negeri katak. Judul buku itu diambil
ketika Imron pernah meliputi ceramah Kyai Nawawi di Pondok Pesantren Al-Badar.
“Lukman memberikan
sebuah kebebasan yang sangat luas kepada setiap pembaca, kritikus dan lain
sebagainya. Saya tidak membaca bukunya satu persatu, tapi ketiga buku ini saya
beri judul, Kegelisahan Lukman di Negeri Katak, yang saya dapati ketika saya
pernah liputan di Pondok Pesantren Al-Badar dan yang waktu itu ceramah adalah KH.
Nawawi Dencik.”
Sebagai ilustrasi,
Imron mengatakan bahwa judul yang ia beri tidak semata-mata mewakili kegelisahan
kreator buku. Ia menjelaskan bahwa sang Kyai pernah bercerita tentang
negeri yang ia beri judul itu.
“Suatu kali, di
sebuah negeri katak dengan jumlah komunitas yang banyak itu hampir tiap malam
hilang. Ada yang mati, ada yang kepalanya tidak ada, ada yang kakinya putus,
ada yang terbelah dan ada yang hilang. Makin hari, korbannya makin banyak
sampai komunitas katak ini gelisah. Akhirnya dibuatlah sidang dengan para
pemuka katak untuk mengadakan rapat. Mereka berkumpul melakukan paripurna
dengan keputusan dibentuknya tim investigasi untuk menyelidiki mengapa hampir
tiap malam katak itu selalu hilang. Alhasil, hasil investigasi tersebut ialah
adanya ular yang tiap malam memakan katak. Begitu sudah tahu siapa pelaku
yang menghancurkan komunitas katak itu, mereka memutuskan dalam rapat
berikutnya harus ada perwakilan dari katak dengan menjadi siluman ular. Akhirnya keputusan itu
disepakati lalu ada katak yang mendedikasikan diri dan meloyalitaskan dirinya
untuk menjadi silumar ular."
Imron juga
menjelaskan ada banyak katak yang berubah menjadi siluman ular untuk menjaga
keamaan di komunitas katak tersebut agar tidak terus-terusan menghilang. Sayangnya, ada
beberapa katak yang mengkhianati komunitasnya sendiri sehingga jumlah katak
semakin berkurang.
“Singkat cerita beberapa katak merubah dirinya menjadi siluman ular untuk masuk ke dalam negeri katak dengan niat supaya dijaga, supaya komunitas katak tidak hilang karena di sana sudah ada kelompok katak yang berjaga, maka bercampurlah katak yang menjelma sebagai ular di kampung ular. Beberapa hari kemudian, masih stabil, hilangnya katak mulai berkurang. Tapi, bulan-bulan berikutnya makin banyak katak yang hilang. Ini karena katak-katak yang menjelma sebagai ular menikmati bagaimana makan komunitasnya sendiri”, jelas Imron dalam cerita tersebut.
Cerita yang dibawakan
oleh Imron merupakan ilustrasi hasil buah pikiran Lukman. Imron mengatakan
bahwa komunitas atau aktifis agama dan lain sebagainya yang masuk dalam dunia
birokrasi dengan tujuan untuk menjaga idealisme komunitas itu sendiri hanyalah perkataan
omong kosong belaka. Karena akan terdapat banyak gerakan internal yang mencoba
menghancurkan suatu komunitas yang mereka sendiri berada di dalamnya. Hal ini
biasa kita sebut sebagai pengkhianat.
Melalui cerita tersebut, Imron mengilustrasikan ketiga buku Lukman seperti itu, di mana komunitas adalah ajang
untuk mendapatkan hal pribadi meski dengan cara yang kotor sekalipun, seperti
berkhianat.
Imron menegaskan
bahwa kegiatan bedah buku ini merupakan sarana yang wajib disyukuri karena sebagai
pengantar agar tercerahkan akan kebenaran yang mungkin selama ini tidak
disadari oleh generasi muda dan masyarakat. Ini juga menjadi poin penting agar
kita sadar untuk tidak melakukan perbuatan menyeleweng atau keluar dari jalur
yang semestinya.
Selain membedah buku,
kegiatan ini juga memberikan doorprize kepada para peserta berupa buku
dan tumbler dengan beberapa kuis dari panitia. Peserta yang menjawab dengan
benar maka akan mendapatkan doorprize tersebut.
Dengan adanya
kegiatan ini, diharapkan generasi muda dan masyarakat berminat untuk terjun ke
dunia kepenulisan. Karena dengan menulis dapat memberikan banyak manfaat yang
didapat. Sebagaimana Imam Al-Ghazali pernah berkata, Jika kau bukan anak
dari seorang ulama’ , juga bukan anak dari seorang raja, maka menulislah.