Tepat pukul tujuh pagi aku terbangun. Ini adalah hari libur. Tak sengaja aku bangun kesiangan padahal semalam sudah tidur cepat.
Aku membuka handphone sebentar hanya sekedar mengecek padahal tidak ada notif dari siapa pun.
Mataku masih sedikit kantuk. Aku memilih untuk tidur lagi selama 30 menit. Ternyata aku bangun setelah pukul sembilan, teringat kakakku mau pergi ke pasar bersamaku karena kebutuhan sudah banyak yang habis.
Setelah bangun, bukannya siap-siap ke pasar, kami berdua malah bersihin kulkas, nyapu, ngepel, menghabiskan waktu 1 jam lebih. Setelah selesai semua barulah kami berangkat.
Beruntungnya harga sayur sedang murah meriah, jadi kalap kami belanja. Sayur mayur, buah-buahan, ikan segar, daging ayam dan lain-lain sudah memenuhi kantong belanja, barulah kami pulang.
Sampai di rumah, aku dan kakak ku lanjut masak, bersih-bersih barang belanjaan, dan mencuci piring. Pokoknya hari ini produktif sekali, setelah kemarin bermalas-malasan alias bersantai ria karena butuh istirahat total.
Aku baru mandi jam dua siang, setelah semuanya beres. Sore harinya aku pergi untuk belajar tahsin. Menempuh jarak 11Km. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke sana dengan kecepatan 80km/jam agar sampai tepat waktu alias tidak terlambat. Sampai di sana beneran tepat waktu tak terlambat 1 menit pun.
Beruntung jalanan sedang sepi, jadi lancar saja. Kalau macet? Bisa 40 menit.
Hari ini materinya cukup ringan, pembahasannya simple, hingga bisa pulang lebih cepat dari biasanya.
Sesampainya di rumah, mataku tak sengaja melihat ke arah jendela. Pemandangan indah mengagumkan. Matahari sore kuning keemasan bersinar cerah, membuatku ingin berjalan-jalan untuk berburu sunset.
Hijab, masker, dan helm yang sudah ku lepas, ku pakai lagi lalu keluar berjalan sendirian.
Ternyata rona kuning mataharinya masih menyilaukan mata, tak terlalu nampak karena tertutup pohon dan rumah warga. Lalu aku memutuskan untuk pulang dengan melewati jalan yang berbeda biar lebih jauh kaki ini berjalan.
Tak lama kemudian, pandanganku lurus ke depan. Mataku tak sengaja kembali menangkap sesuatu yang menakjubkan.
Bulan, bulat sempurna lebih besar dari biasanya. Berwarna putih keperakan, nampak samar-samar karena langitnya masih cerah.
Bulan itu mencuri perhatianku. Sayangnya jalan setapak sudah habis di pertigaan. Aku belok kanan menuju rumah. Bulan itu ku cari-cari sudah tak nampak. Ia bersembunyi dibalik pohon dan rumah warga.
Kaki ku terus berjalan, sendirian, niatku juga untuk olahraga, kebetulan sudah setahun tak pernah rutin olahraga lagi. Biasanya dulu minimal seminggu sekali, atau kalau sedang rajin, bisa tiap hari. Sekarang sudah jarang sekali.
Sedikit lagi langkahku sampai rumah, bukannya masuk, kakiku malah lanjut melangkah santai mengitari jalan setapak, tak tahu harus ke mana.
Hatiku masih ingin melihat bulan tadi, pasalnya kalau belok kanan itu berarti aku ke tempat yang sama dan bertemu orang yang sebelumnya. Takut orang berpikir aneh, 'kenapa ni anak tumben jalan sendirian, ke sini lagi'.
Untuk mencegah rasa malu tersebut, aku memutuskan untuk ambil arah hilir sungai, belok kiri.
Di sana terhampar luas lapangan bekas bangunan. Banyak anak-anak sedang bermain layang-layang.
Ternyata, di sana juga ada bulan yang tadi ku lihat, ia menggantung bebas di sana. Bulan bulat sempurna warna putih keperakan. Langit bersih tak tersapu awan, hanya ada beberapa layang-layang yang mengitarinya.
Bulan tersebut seolah sedang menungguku dan berkata "Hai, aku di sini."
Ternyata di sini toh, imajinasiku seolah kami sedang bertemu melepas rindu. Mulutku komat-kamit memuji-Nya. Bersyukur atas nikmat pemandangan ini.
Tak lupa pula ku abadikan momen itu dengan memotret dan membuat video, "Tadinya mau berburu sunset tapi malah ketemu bulan, tapi gapapa tetap cakep", kataku bicara pada bulan yang sebenarnya monolog.
Aku tak punya banyak waktu untuk berlama-lama bersama bulan. Hari sudah semakin sore, menunjukkan waktu magrib segera tiba.
Aku berbalik badan berniat untuk pulang. Mataku lagi-lagi menangkap hal yang menakjubkan. Sungguh luar biasa, tak ku sangka, sunset yang ku cari akhirnya muncul terlihat dari sini, karena datarannya sedikit lebih tinggi.
Warna merah keemasan seperti lukisan yang menakjubkan.
Matahari hampir tenggelam, bulat sempurna, ukuran jauh lebih jumbo dari biasanya. 3x ukuran bulan yang juga lebih super dari biasanya. Ronanya tidak menyilaukan mata memandang.
Antusias aku abadikan momen itu dengan merekam video sambil terus memuji sang Pencipta alam semesta jagat raya.
Aku benar-benar takjub untuk kesekian kalinya. Belum pernah aku melihat pemandangan semenakjubkan ini di waktu yang sama, so amazed!
Bertemunya dua benda langit dalam waktu yang sama, berada dalam satu garis lurus, tepat di sudut 180° bila di ukur dengan garis busur.
Lama aku menatap keduanya bergantian. Cukup menoleh ke kanan untuk melihat matahari, lalu bergantian menoleh ke kiri melihat bulan.
Sungguh ini momen langka, sangat luar biasa lukisan sang Maha Cipta. Lukisan nyata yang mencuri perhatian siapa pun yang beruntung melihatnya pasti berdecak kagum.
Lama aku termenung memandang hasil foto dan video yang tak lupa aku update di story WA. Tiba-tiba aku teringat akan kisah 7 tahun silam. Akan ku ceritakan pada kalian. Semoga aku bercerita pada orang yang tepat.
***
Kringggg...!!!
Bel berbunyi, tanda waktu istirahat telah tiba. Lagu islami bergema di gedung SMA selama jam istirahat berlangsung.
Siswa-siswi berjalan santai menuju hajatnya masing-masing. Ada yang ke kantin, ke toilet dan sebagainya. Sedangkan aku sibuk menjajakan daganganku ke kelas-kelas lain dan terakhir ke kantor untuk menawarkan pada guru, di temani sahabatku.
Aku mendengar waktu itu ada undangan lomba yang diadakan oleh SMA lain. Salah satu guru yang merupakan pembina ekskul sedang mencari peserta lomba kaligrafi. Kebetulan kami lewat, guru pun bertanya pada sahabatku.
"Siapa kira-kira di kelas kalian yang tulisan Arabnya bagus dan cocok untuk ikut lomba kaligrafi?", tanya sang guru.
"Si Ayesha lah" jawab sahabatku.
Aku dan sang guru sama-sama terkejut mendengarnya. Bedanya sang guru kaget dan menunjukkan raut wajah tak terima.
"Hah? Ayesha? Apa iya? Tulisannya kan jelek?!", ucapnya blak-blakan.
Jleb, ucapan itu bagai anak panah yang melesat menghunus jantungku.
"Tidak, Ayesha bagus kok, dia pernah ikut lomba kaligrafi tingkat Kota, bahkan ke sampai ke Muba." Ucap sahabatku membocorkan identitasku.
Aku hanya bisa diam mematung tak bisa menyela, karena apa yang disampaikan sahabatku adalah benar walaupun aku belum pernah jadi juara.
Hinaan tersebut cukup membuatku ber "oh" dalam hati seolah bilang cacianmu ku beli dengan senyuman prestasi.
"Beneran nih Ayesha? Kalau memang betul, coba kamu berlatih selama 3 hari berturut, buatkan Saya lukisan kaligrafi yang kamu bisa. Saya tunggu di ruangan kelas XI.Ips.2, besok lusa saya jadi pengawas ujian di sana. Jangan lupa bawa alat sendiri", ucapnya mengakhiri dialog.
Aku hanya diam dan menganggukkan kepala. Entah kenapa, padahal bisa saja aku tolak tawaran itu, tapi aku hanya ingin membuktikan pada beliau bahwa aku bisa.
Tunggu pembalasaku! Ini dendam yang positif, hinaan jadi motivasi.
Toh buat apa sedih? Omongannya juga belum tentu benar. Kebanyakan orang tidak mengenaliku dengan baik. Hanya tahu luarnya saja tanpa isinya.
Keesokan harinya, aku sibuk mencari referensi di You Tube dan Google. Kira-kira gambar apa yang cocok untuk jadi background.
Aku cari tutorial gambar, akhirnya kutemukan gambar yang menarik hatiku. Yaitu sepertiga lingkaran super moon yang menggantung di pojok kanan atas dengan latar langit malam gelap kebiruan bertabur bintang. Di pinggirnya ada sedikit pantulan. 'Ah ini saja yang akan aku gambar dengan sedikit modifikasi'. Kataku bermonolog.
Hari berikutnya, saat ujian sedang berlangsung, aku datang ke ruangan yang dimaksud. Di sana aku diberi waktu 60 menit untuk berkarya di kertas ukuran A4. Aku boleh gambar bebas dan tulisan kaligrafi bebas.
Aku jadi punya ide, gambar bulan yang telah aku lihat sebelumnya, ku padukan dengan pemandangan matahari yang tenggelam di atas laut dalam satu frame, dengan mode potrait tegak. Di tengahnya aku beri lafadz Takbir dengan bayangan hitam di setiap pinggirnya, biar tulisannya terkesan timbul.
Aku sangat suka memandang bulan, sunset, sunrise, pantai, gunung. Tapi aku berpikir cukup menggabungkan dua orbit saja. Untuk memasukkan unsur pantai adalah hal yang tidak sesuai karena ukuran kertas sangat kecil.
Gambar bulan cerah bersinar bertemu sunset pun sudah tak masuk akal, pikirku ini hanya ada dalam lukisan dan imajinasiku untuk mempersatukannya.
Lukisan langit biru gelap, di bawahnya setengah lingkaran matahari berwarna kuning keemasan, seolah hampir ditelan lautan. Memantulkan cahaya yang terberai dalam air seperti pemandangan yang nyata.
Selesai sudah karya pertama ku, lalu aku berikan pada guru.
"Hm bagus", komentarnya. "Besok ke sini lagi ya?!"
Aku menganggukkan kepala, sekaligus pamit untuk pulang.
Hari ke dua, aku datang lagi ke ruangan yang sama. Karya yang kedua masih sama, hanya lafadz nya yang berbeda yaitu Tahmid. Karena ketentuan lomba saat itu boleh pilih Tahmid, Takbir, atau Tauhid.
"Sudah bagus ini, kamu besok ikut lomba ya jam sekian", ucap sang guru.
Malamnya sebelum lomba, aku berpikir masih belum puas dengan hasil karyaku. Menurutku itu sangat simpel.
Aku punya ide lagi, kemudian aku cari tulisan kaligrafi Tauhid di Google. Aku pelajari bentuk dan kaidahnya di sisa waktu yang ada.
Tibalah saat hari perlombaan itu di mulai. Salah satu peserta dari sekolah lain menyapaku, basa basi kenalan. Dia bilang, bahwa dia sering ikut lomba di tingkat Kota loh, sudah keliling Kota juga. Wah keren nih orang, bakal jadi sainganku.
Panitia mengumumkan perlombaan akan segera di mulai. Durasi maximal 60 menit, dengan tema bebas, lafadz pilih salah satu antara Tauhid, Tahmid, Takbir.
Teng! Waktu perlombaan di mulai dari sekarang.
Deg, hatiku tak karuan ingin cepat selesai dalam waktu yang singkat.
Bismillahirrahmanirrahim. Tanganku lihai mulai mencoret pakai kuas dan cat air. Aku hanya perlu 4 warna dasar, yaitu biru, putih, orange, dan hitam.
Aku mulai membuat latar langit gelap dari atas berwarna hitam. Bergerak ke bawah mencampurnya dengan gradasi warna biru. Kemudian warna biru aku campurkan sedikit cat putih maka jadilah biru muda hingga separuh kertas, aku tambahkan matahari setengah lingkaran berwarna kuning keemasan, dengan pantulan warna yang sama dibawahnya.
Khusus warna orange, kuasnya diarahkan zig zag berbentuk segitiga ke bawah. Seperti pantulan matahari. Tahap selanjutnya aku goreskan kuas secara abstrak memanjang, membentuk awan tipis yang menghiasi langit. Sesuai warnanya, mulai dari awan gelap, abu-abu kebiruan, hingga orange mendekat matahari.
Selanjutnya aku lukis bulan sepertiga lingkaran, yang menggantung di pojok kanan atas dan tak lupa lafadz Tauhid. "Laa ilaaha illallah Muhammadu Rasulullah."
Terakhir aku beri sentuhan percikan warna putih yang menjadi bintang menghiasi langit.
Dalam waktu 50 menit akhirnya selesai. Aku adalah peserta pertama yang mengumpulkan karya. Sisa waktu ku gunakan untuk keliling melihat hasil karya peserta lain. Kurang lebih ada 30 peserta yang ikut lomba cabang ini.
Aku melihat karya mereka juga bagus-bagus. Ada yang gambar batu bata, abstrak, pemandangan, tak kalah bagusnya.
Dewan juri mengumumkan, waktu perlombaan sudah habis. Semua peserta harus mengumpulkan karyanya.
Pengumuman lomba akan di adakan siang nanti. Jadi aku dan teman-teman bisa beristirahat dulu. Dari sekolahku, bukan cuma aku yang ikut lomba. Tapi ada juga tim nasyid, cerdas cermat, baca puisi.
Event lomba yang di adakan SMA negeri tersebut berlangsung dengan meriah. Selain menampilkan teater drama yang mengharukan, ada juga persembahan nasyid sebagai intro dari berakhirnya sebuah acara.
Kini tibalah saat pengumuman.
Deg hatiku terus berprasangka 'ah mungkin aku takkan menang, atau mungkin hanya masuk 3 besar'. Ternyata tebakanku meleset.
Lomba nasyid diumumkan, sekolah kami menang! Tepuk tangan riuh disambut oleh supporter dari pihak kami sendiri dan ratusan penonton.
Lomba kaligrafi!!
Pembawa acara makin semangat mengumumkannya. Penonton pun penasaran menantikannya.
Juara 1!!
Adalah.. jreng jreng jreng-musik tegang.
Ayesha!!
Alhamdulillah MasyaAllah Tabarakallah. Tak ku sangka aku jadi juaranya. Tepuk tangan bergemuruh memenuhi lapangan menyambut pemenang.
Lalu kami berfoto bareng teman-teman dan guru pembina. "Keren!", komentarnya sambil tersenyum padaku.
Diam dihina, bergerak jadi juara.
Ya aku sadar, tulisanku memang tak begitu bagus. Catatanku selalu berantakan. Itu karena ingin cepat-cepat menulis agar tidak ketinggalan. Tapi sebenarnya aku bisa lebih dari itu kalau aku mau. Hanya saja aku malas. Tidak! aku harus berjuang melawan rasa malas ku ini dan memperbaikinya lagi.
****
Kembali ke masa sekarang.
Itulah kisahku 7 tahun lalu.
Kata-kata itu terus terngiang dalam hatiku saat teringat suatu momen. Seperti sekarang, melihat bertemunya dua benda langit dalam waktu yang sama, berada dalam satu garis lurus, tepat di sudut 180° bila di ukur dengan garis busur, membuatku teringat akan lukisan dengan sebutir kenangannya.
Bulan bulat sempurna berwarna putih perak, matahari bulat sempurna merah keemasan. Persis seperti lukisanku dulu. Tak ku sangka bisa melihat langsung. Lukisan ini nyata dari sang Maha Cipta. Sungguh aku Takjub akan kuasa-Mu.
Aku rindu dengan lukisanku yang dulu, setidaknya ingin melihat hasil fotonya saja. Namun foto tersebut sudah tak membekas. Saat itu aku masih memakai Hp Nokia C3 dan sudah lama rusak. Penyimpanan bukan di kartu memori melainkan penyimpanan telepon.
Untuk mengulanginya di masa sekarang rasanya malas sekali. Alat tempur lukis ku sudah lama tak terpakai. Terbengkalai, kering kerontang.
Kecuali jika aku mau untuk membeli cat acrylic baru, kuas baru juga semangat baru. Mungkin kita akan sama-sama kilas balik, napak tilas 7 tahun lalu lewat lukisan.
Tapi aku tak menjamin akan sama bagusnya seperti dulu, atau malah sebaliknya. Maklum, 5 tahun sudah vakum dari dunia lukis. Tanganku sudah tak selihai dulu menggambar bulan.
Kini takdir hidupku sudah berbeda jalannya. Aku lebih mahir menggambar bintang dalam 0,0001 detik. Bahkan ribuan bintang, yang ditujukan untuk memotivasi anak-anak.
Apapun yang telah terjadi di masa lalu, akan selalu ada hikmahnya. Semoga sang guru dilimpahkan keberkahan, kesehatan dan bahagia selalu.
TAMAT
Setiap kita pasti punya cerita. Setiap pengalaman adalah guru terbaik bagi kita. Cerita ini sepenuhnya adalah kisah nyata. Tak ditambah pun juga tak dikurangi. Dari awal hingga akhir begitulah apa adanya. Hanya saja nama tokoh disamarkan.
Akhirnya setelah sekian lama menghilang, ada juga bahan cerita yang membuat tulisan ini jadi sedikit lebih panjang.
Bila terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam penulisan, kritik dan saran yang membangun, sangat saya butuhkan untuk perbaikan kedepannya.
Thank you for reading until the end.